MataDian.com – Semenjak dilantik sebagai Presiden RI pertama kali, saya tidak pernah meragukan kinerja Pak Jokowi di bidang infrastruktur dan yang lainnya. Saya sangat yakin bahwa Presiden Joko Widodo akan bekerja keras membangun Indonesia demi terciptanya keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Tapi, ada satu hal yang saya ragukan pada kepemimpinan Pak Jokowi. Yaitu, menuntaskan pelanggaran HAM Berat yang terjadi di PINIAI Papua. Kasus ini terjadi di awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo, tepatnya 7 Desember 2014 lalu di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua.
Saat itu saya benar-benar ragu. Tentu keraguan saya bukan tanpa alasan yang kuat, karena di era sebelum kepemimpinan Jokowi kasus Pelanggaran HAM Berat tidak pernah tuntas penanganannya. Bahkan, sampai tahun 2018 kasus Piniai belum ada hasil yang memuaskan alias gak jelas.
Secercah harapan muncul, ketika Jokowi ditetapkan sebagai Presiden ke dua kalinya dan langsung menetapkan ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung RI.
Sebagai panglima perang lembaga Kejaksaan Agung RI, ST Burhanuddin langsung merombak jajarannya untuk memperkuat lembaga Kejaksaan Agung. Dibawah komando ST Burhanuddin, Kejaksaan Agung RI berhasil menguak kasus-kasus besar.
Tapi rupanya ST Burhanuddin belum puas, sebagai Jaksa Agung yang memegang penuh tongkat komando kepemimpinan, ST Burhanuddi memperkuat Pidana Khusus. Dengan menunjuk Febrie Adriansyah sebagai Jaksa Muda Pidana Khusus (JAMPIDSUS) dan Erryl Prima Putra Agoes sebagai Direktur Pelanggaran HAM Berat menginstruksikan agar kasus pelanggaran HAM Berat di Piniai segera dituntaskan.
Lalu saya berpikir, apakah semudah itu mengungkap kasus Pelanggaran HAM Berat? Karena Pelanggaran HAM Berat akan menyeret lembaga-lembaga lainnya diluar Kejaksaan Agung, misalnya TNI dan Polri. Tentunya ini bukan perkara yang mudah, apalagi Kejaksaan Agung harus berhadapan dengan lembaga-lembaga yang memiliki peralatan tempur dan pasukan-pasukan terlatih, bahkan perkara ini masuk kategori extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Ahh, ternyata pikiran saya salah karena saya tidak berpikir tentang nyali seorang ST Burhanuddin. Tanpa rasa takut dan khawatir, ternyata Pak Jaksa Agung memastikan perkara Piniai akan dibawa ke Pengadilan HAM.
Jaksa Agung langsung memerintahkan Jampidsus untuk segera mengirim Tim Penyidik yang di ketuai Direktur Pelanggaran Ham Berat Erryl Prima Putra Agoes agar segera melakukan penyidikan ke Papua. Dengan cepat Erryl Prima Putra Agoes bersama tim melalukan investigasi, mengumpulkan semua bukti untuk menetapkan tersangka dalam peristiwa Piniai di Papua. Dan sekarang, tersangka sudah ditetapkan dan segera disidangkan.
Luar biasa kinerja Kejaksaan Agung RI dibawah komando ST Burhanuddin, sederet perkara-perkara besar berhasil dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Sebagai masyarakat biasa, tentunya saya memberikan acungan 4 jempol kepada Jaksa Agung beserta jajarannya.
Lalu saya pun bertanya, dimana Komnas HAM? Ahh.. Ternyata Komnas HAM masih sibuk mengkritik kinerja Kejaksaan Agung, dan menilai proses penanganan perkara Piniai tidak transparan. Mungkin Komnas HAM tidak mengenal mbah goggle, atau Komas HAM tidak pernah membaca berita?
Aah biarlah, karena dibalik kesuksesan prestasi seseorang pasti ada kesirikan orang yang tidak punya prestasi. Seperti Komnas HAM.
Salam sehat,
Rouli Rajagukguk
#BravoJokowi #BravoKejaksaanAgungRI