MataDian.Com – Kasus stunting di Kota Bengkulu terus mengalami penurunan. Berdasarkan informasi dari Kadis DP3AP2KB Kota Bengkulu, ada 2 anak yang sudah keluar dari status stunting. Artinya, jumlah stunting di Kota Bengkulu berkurang 2 dari sebelumnya 73 menjadi 71.
Ini disampaikan oleh Kadis DP3AP2KB Kota Bengkulu Dewi Dharma saat diwawancarai Senin (8/1/24). “Angka anak stunting dari Elektronik Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) dinas kesehatan Kota Bengkulu dari bulan September ke Oktober ada pengurangan 2 anak dari 73 ke 71 dan release hingga bulan Desember tetap di angka 71 anak,” ujar Dewi.
Dewi juga menyampaikan angka stunting di Kota Bengkulu dari 22,1 persen turun melalui Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menjadi 12,9 persen atau turun sebanyak 9,3 persen.
“Untuk Survey Kesehatan Indonesia (SKI) untuk melihat data prevalensi stunting Kota Bengkulu tahun 2023 masih menunggu release Kementerian Kesehatan,” tambah Dewi.
Dewi melanjutkan, berdasarkan data EPPGBM juga pada bulan Oktober 2023 jumlah balita yang ada di Kota Bengkulu sebanyak 8.739 anak dan data yang release pada bulan Oktober ada 71 anak stunting dengan persentasi 71 : 8.739 X 100 % = 0,81 %. Anak yang lahir setelah data ini keluar belum termasuk
Berdasarkan PK-22 Kota Bengkulu dari 8.739 anak di 9 kecamatan berdasarkan hasil Audit Kasus Stunting (AKS) ada 4 kasus ‘terindikasi’ stunting yang mana kasus tersebut meliputi ibu hamil di Kelurahan Sawah Lebar dengan riwayat penyakit anemia.
Kemudian bayi Bawah dua Tahun (Baduta) di Kelurahan Tengah Padang dengan Keterangan Pendek/kerdil (8’2 KG) dan 78 CM. Selanjutnya juga ada Baduta kembar umur 1 tahun 6 bulan di Kelurahan Betungan dengan keterangan sangat pendek (7 KG/66 CM).
Turunnya angka stunting di Kota Bengkulu berkat kerja keras DP3AP2KB dan instansi/OPD terkait seperti dinas kesehatan. DP3AP2KB sendiri melakukan penguatan tim pendampingan keluarga (TPK) untuk melakukan pendampingan ke para calon pengantin (Catin).
Dimana tiga bulan sebelum menikah, Catin harus dicek kesehatannya apakah sudah layak memenuhi standar untuk melangsungkan pernikahan dan mempunyai anak.
Kemudian juga mengintervensi pengantin mulai dari gizi sampai alat kontrasepsi, setelah anak bayi lahir, juga didampingi untuk memastikan bayi mendapatkan asi eksklusif selama bawah dua tahun (Baduta)
Selain itu banyak lagi yang lain yang dilakukan DP3AP2KB dalam mencegah dan meminimalisir potensi stunting seperti mengajak pelajar khususnya SMA untuk ikut memberikan edukasi dan sosialisasi kepada remaja dan pelajar lainnya untuk menghindari pernikahan dibawah umur. (MC/Dian)